Pages

Subscribe:

Gizi Buruk Ancam 4 Juta Anak Indonesia

Sebanyak 4 juta anak Indonesia yang menderita kurang gizi terancam jatuh derajadnya ke gizi buruk, jika tidak mendapat penanganan menurut semestinya. Masalahnya, dari 700.000 penderita gizi buruk, kemampuan pemerintah menangani hanya 39.000 anak gizi buruk per tahun. Kondisi ini menjadi ancaman karena dari 250.000 Posyandu yang ada, tidak lebih dari 50 persen yang masih aktif. Demikian benang merah yang dikemukakan ahli gizi anak dari Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Ir Ali Khomsan MS dan Tim Ahli Anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Tb Rachmat Sentika, Senin (11/8) di Jakarta.

Ali Khomsan mengatakan, akar masalah yang menyebabkan tingginya angka anak yang menderita kurang gizi, yang mencapai 4 juta, adalah kemiskinan. Jika tidak ditangani, secara sporadis kasus kurang gizi akan semakin bertambah. Bahkan, yang berstatus kurang gizi bisa jatuh ke derajad gizi buruk. Masalah ini, bukan hanya menjadi tanggung jawab departemen kesehatan, tetapi pemerintah secara keseluruhan.

Akibat kemiskinan, anak-anak makan seadanya dan dominan karbohidrat. Bukti kurang gizi berkepanjangan bisa dicermati dari kondisi fisik anak, di mana anak balita posturnya pendek mencapai berkisar 25,8 persen sampai 34,3 persen dari jumlah balita yang ada.

Kemudian, Posyandu perlu direvitalisasi. Tak cukup hanya sebatas lip service, tapi harus diwujudkan dengan tindakan nyata. Misalnya kualitas kader posyandu perlu ditingkatkan, terutama soal pengetahuan tentang gizi. Kenyataan, pengetahuan gizi kader Posyandu umumnya rendah. Apalagi mereka kurang dihargai, dianggap sebagai kerja sukarela.

Senada dengan itu, Rachmat Sentika mengatakan, kualitas asupan gizi balita di Indonesia memprihatinkan. Penyebabnya asupan gizi yang kurang dan perubahan pola asuh keluarga yang tidak terpantau baik. " Dari 250.000 Posyandu yang ada, tidak lebih dari 50 persen yang masih aktif. Berarti cakupan pengendalian kualitas gizi balita di Indonesia tidak lebih dari 50 persen. Dampaknya, probalitas terjadinya gizi buruk sangat tinggi," ujarnya.

Menurut Rachmat, hal mendesak yang harus segera dilakukan adalah operasi sadar gizi dan keluarga berkualitas secara swadaya. Pastikan KMS, KIA, PMT, tenaga dokter, bidan, kader tersedia dan Posyandu berjalan untuk seluruh bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur. Pastikan Desa Siaga.

" Timbang seluruh balita tanpa kecuali, tetapkan status gizinya, laporkan secara berjenjang dengan jujur. Penderita gizi buruk atau di bawah garis merah segera lakukan reelementasi dengan PMT pemulihan di fasilitas kesehatan terdekat. Gizi buruk yang sudah mendapat pemulihan dikembalikan ke masyarakat melalui kader posyandu, bidan desa, dan puskesmas," paparnya.

Dua Tahun Pertama

Ali Khomsan mengungkapkan, masa-masa penting dalam pertumbuhan bayi adalah dua tahun pertama. Sel otak anak sampai usia 2 tahun akan berkembang baik jika mendapat asupan gizi yang baik pula. Jika mengalami gizi buruk pada usia di bawah 2 tahun, maka perkembangan kecerdasannya akan terganggu. Walaupun diberi asupan gizi, misalnya, sehingga sampai usia 5 tahun tumbuh normal, misalnya, maka di balita tetap berpotensi kurang cerdas.

"Fase cepat tumbuh otak mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan. Otak tumbuh selama balita. Ketika lahir jumlah sel otak 66 persen, dengan bobot total 27 persen," katanya. Tentang angka kecukupan gizi jenis calsium 800-1200 mg. Kontribusi dairy products (AS) 400 mg Ca, kontribusi susu (Indonesia) hanya 23 mg Ca.

Menurut organisasi pangan dunia FAO, masyarakat Indonesia mengongsumsi susu rata-rata sembilan liter setiap tahun per kapita, tertinggal jauh disbanding Malaysia 25,4 liter, Singapura 32 liter, bahkan Vietnam 10,7 liter, dan Philipina 11,3 liter. Rendahnya konsumsi susu di Indonesia, menurut Ali Khomsan, disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah pemahaman yang rendah tentang pentingnya susu bagi kesehatan.